Pengertian Akhlaqul Karimah
Akhlak ialah instuisi yang bersemayam di hati tempat munculnya tindakan-tindakan suka rela, tindakan yang benar atau yang salah. Menurut tabiatnya, instuisi tersebut siap menerima pengaruh pembinaan yang baik, atau pembinaan salah kepadanya. Jika instuisi tersebut dibina untuk memilih keutamaan, kebenaran, cinta kebaikan, cinta keindahan, dan benci keburukan, maka itu menjadi trade-mark-nya dan perbuatan-perbuatan baik muncul daripadanya dengan mudah. Itulah akhlak yang baik, misalnya akhlaq lemah lembut, akhlaq sabar, akhlaq dermawan, akhlaq berani, akhlak adil, akhlak berbuat baik, dan lain sebagainya dari akhlak-akhlak yang baik, dan penyempurnaan diri.
Sebaliknya, jika instuisi tersebut disia-siakan, tidak dibina dengan pembinaan yang proporsional, bibit-bibit kebaikan di dalamnya tidak dikembangkan, dan dibina dengan pembinaan yang buruk hingga keburukan menjadi suatu yang dicintainya, kebaikan menjadi sesuatu yang dibencinya, dan perbuatan serta perkataan buruk, misalnya berkhianat, bohong, keluh-kesah, rakus, kasar, dengki, jorok, dan lain sebaginya.
Akhlakul karimah merupakan manivestasi keimanan dan keislaman paripurna seorang Muslim. Akhlakul karimah dalam pengertian luasnya ialah perilaku, perangai, ataupun adab yang didasarkan pada nilai-nilai wahyu sebagaimana dipraktikkan oleh Nabi Muhammad SAW. Akhlakul karimah terbukti efektif dalam menuntaskan suatu permasalahan serumit apa pun.
Akhlak-Akhlak Terpuji
Orang yang baik adalah orang yang baik akhlaknya
Kriteria Orang Baik
Nabi Muhammad SAW. Diutus Allah unuk menyempurnakan Akhlak manusia. Beliau lahir dan tumbuh di masyarakat Arab jahiliyah yang berakhlak buruk dan tidak beradab Rasulullah SAW. Diutus untuk mengajar dan mendidik masyarakat agar berakhlak sesuai dengan ajaran Islam, akhlak yang baik menurut Islam antara lain ; sabar, mawas diri, hormat terhadap orang tua, slalu menjaga tali silaturahmi teguh pendirian, jujur, simpati, dan rela berkorban.
Rasulullah mengajar dengan memberi teladan, apapun yang Allah perintahkan, pastilah Rasulullah yang melakukan pertama kali. Selain itu Rasulullah mengajar umatya dengan pembiasaan.
Sebagai umatnya kita harus bisa mengikuti akhlak Rasulullah SAW. Namun jika kita ingin menjadi sesempurna beliau memang sulit, akan tetapi kita bisa meneladaninya dengan bertahap dan perlahan-lahan. Yang penting kita kontinu atau istiqamah. Rasulullah berkata bahwa ia amat menyayangi mereka yang berakhlak baik.
Nabi Muhammad SAW. Bersabda :
"orang yang paling ku sayangi adalah orang yang memiliki Akhlak yang baik."
Disamping itu juga Rasulullah mengatakan bahwa akhlak yang baik mencerminkan keimanan seseorang, orang yang imannya paling sempurna adalah yang akhlaknya baik.
"Abdullah bin Ash R.A berkata: Akhlak Rasulullah bukanlah orang yang keji dan bukan orang yang jahat, bahkan dia bersabda "sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah yang paling baik budi pekertinya." (H.R. Bukhari dan Muslim)
Akhlak adalah perangai seseorang yang tercermin dalam perkataan dan perbuatan. Adapun sebagian tanda orang yang memiliki akhlak yang baik, antara lain;
1. Berbicara dengan kata-kata yang baik, baik kepada Orang tua/keluarga ataupun tetangganya. Melindungi dan menghormati orang tua, senang melakukan silaturrahmi, dan senang membantu orang lain terutama orang tuanya.
2. Tidak menyakiti tetangga, tidak mengambil hak orang lain, tidak meneyebarkan aib orang lain, mampu memelihara amanat (rahasia) yang meneyebakan orang lain atau dirinya malu.
3. Selalu membina tali persaudaraan, senang tolong menolong (gotong royong), selalu waspada terhadap sesuatu yang merugikan orang lain dan dirinya, berlaku adil dan bijaksana terhadap hukum dan kesenangan, serta berlomba-lomba dalam melakukan perbuatan baik.
4. Memberikan dan mengucapkan salam dengan hormat, dan tidak berbicara yang bukan mengenai dirinya dengan berlebihan, tidak berbicara tentang masalah kepada orang lain pada saat yang tidak tepat, selalu memaafkan kesalahan orang lain, dan menjauhkan diri dari perkataan (omong) kosong.
Orang yang paling berhak untuk dihormati
• عن أبي هريرة رضي اللهُ عَنْهُ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فقال يا رسولَ اللهِ: مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ صَحَابَتِي؟ قالَ: أُمَكَ، قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ، قالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قالَ: أُمُّكَ، قَالَ: ثُمَّ مَنْ؟ قَالَ: أَبُوْكَ. (رواه البخاري ومسلم)
Abu Hurairah berkata:
“seseorang datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata: Ya Rasulullah, siapakah yang paling berhak aku layani (dampingi)? Nabi menjawab: “ibumu”. Orang itu lalu bertanya: “Lalu siapa”. Jawab Nabi: “Ibumu!”. Lalu siapa, tanya orang itu. Jawab Nabi: “Ibumu!”. Kemudian siapakah? Jawab Nabi: “Ayahmu!” (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Ibu adalah orang yang telah mengandung dan melahirkan kita serta menjaga dan mengasuh kita dengan segala kasih sayang tanpa memikirkan untung dan rugi. Sepantasnya beliau haruskita hormati dengan penuh khidmat. Begitu pentingnya seorang ibu, sehingga sampai tiga kali Rasulullah menekankan bahwa ibu lebih berhak menerima penghormatan dari anak-anaknya.
Ini bukan berarti ayah dan oreang tua serta saudara-saudara yang lain tidak berhak dihormati, namun yang lebih dahulu adalah ibu, baru ayah dan yang lebihh dekat dari itu, baru yang lain. Juga begitu penting seorang ibu, sehingga Rasulullah saw. pernah menegaskan bahwa: Syurga itu ada dibawah telapak kaki para ibu. Kita wajib menghormati dan mencintai serta menyayangi ibu jjuga ayah kita, sebab keridhaan Allah terletak pada keridhaan kedua orang tua kita, sedangkan murka Allah pun terletak pada keduanya, khusus nya ibu , sebab doa ibu sangat maqbul, sekalipun doa itu merupakan kutukan. Kita ingat beberapa kisah yang pernah terjadi akibat durhaka pada ibu, seperti kisah Juraij dan sebagainya.
Kejujuran membawa kepada kebajikan
عَنْ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رضيَ اللهُ عنه، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إلَى البِرِّ، وَإنَّ البِرَّ يَهْدِي إلى الجَنَّة، وَإنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُوْنَ صِدِّيْقًا، وَإنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إلى الفُجُوْرَ، وَإِنَّ الفُجُوْرَ يَهْدِي إلى النارِ، وإنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبَ حَتَّى يَكْتُبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا (رواه البخاري ومسلم)
Abdulah ibn Mas’ud ra. Berkata:
Nabi Saw. Bersabda: “Sesungguhnya benar/kejujuran itu membawa kebaikan, dan kebaikan itu mengantarkan ke surga, dan seorang yang berlaku benar sehingga tercatat di sisi Allah sebagai seorang yang sangat jujur. Sebaliknya, dusta membawa kepada kecurangan/perbuatan lacur, sedangkan kecurangan itu mengantarkan ke neraka. Dan seorang itu berdusta sehingga tercatat di sisi Allah sebagai pendusta (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Makna hadits:
Kejujuran termasuk dari sifat-sifat yang terpuji, Jujur adalah sikap yang sesuai antar perkataan dan perbuatan dengan yang sebenarnya. Apa yang diucapkan memang itulah yang sesungguhnya dan apa yang diperbuat itulah yang sesungguhnya yang diinginkan untuk diperbuat, Allah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman untuk senantiasa jujur.
Rasulullah menganjurkan dan menerangkan keutamaan berbuat jujur didalam banyak hadits. Dalam hadits di atas, Nabi menerangkan pada kita bahwasanya kejujuran itu membuka pintu-pintu kebaikan bagi kaum muslimin yang akan memasukkan pelakunya kedalam surga. Sedangkan orang-orang yang senantiasa berlaku jujur dalam perkataanya dan perbuatannya, maka akan dicintai oleh Allah dan manusia.
Lawan dari kejujuran adalah dusta yang Allah telah melarang kita darinya. Rasulullah juga telah melarang kita darinya. Sungguh dalam hadits ini Nabi telah menjelaskan kepada kita bahwa kedustaan akan menjerumuskan pelakunya kedalam maksiat yang akan memasukan pelakunya kedalam neraka. Sedangkan orang-orang yang terbiasa melakukan perbuatan dusta, maka dia akan digolongkan sebagai orang-orang pendusta dan termasuk yang berhak mendapat siksa dari Allah.
Perbuatan dusta akan menjadikan pelakunya dibenci oleh Allah dan dibenci oleh makhluk-Nya. Maka hendaklah kita berperilaku jujur dengan menjauhi perbuatan dusta agar mendapat ridha dari Allah dan dimasukkan ke dalam surga.
Faedah Yang Bisa Diambil dari Hadits:
1. Kejujuran termasuk akhlak terpuji yang dianjurkan oleh Islam.
2. Diantara petunjuk Islam hendaknya perkataan orang sesuai dengan isi hatinya.
3. Jujur merupakan sebaik-baik sarana keselamatan di dunia dan akhirat.
4. Seorang mukmin yang bersifat jujur dicintai di sisi Allah Ta’ala dan di sisi manusia.
5. Membimbing rekan lain bahwa jujur itu jalan keselamatan di dunia dan akhirat.
6. Menjawab secara jujur ketika ditanya pengajar tentang penyebab kurangnya melaksanakan kewajiban.
7. Dusta merupakan sifat buruk yang dilarang Islam.
8. Wajib menasihati orang yang mempunyai sifat dusta.
9. Dusta merupakan jalan yang menyampaikan ke neraka.
Berbuat baik dengan tetangga
Abu Syuraih al-Adawi ra. berkata:
telah mendengar kedua telingaku, juga telah melihat kedua mataku ketika Nabi Saw. Bersabda: ”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah menghormati tetangganya. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka harus menghormati tamu jaizahnya. Sahabat bertanya: apa jaizahnya itu ya Rasul? Nabi menjawab: “Jaizahnya itu ialah hidangan jamuan pada hari pertama (sehari semalam). Dan hidangan untuk tamu itu tiga hari, yang selebihnya itu dianggap sebagai shadaqah. Dan siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir , maka harus berkata baik atau diam (al-Bukhari dan Muslim)
Dalam kehidupan sosial, tetangga merupakan orang yang yang secara fisik paling dekat jaraknya dengan tempat tinggal kita. Dalam tatanan hidup bermasyarakat, tetangga merupakan lingkaran kedua setelah rumah tangga, sehingga corak sosial suatu lingkungan masyarakat sangat diwarnai oleh kehidupan pertetanggaan. Pada masyarakat pedesaan, hubungan antar tetangga sangat kuat hingga melahirkan norma sosial.
Tradisi ke Islaman memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
pembentukan norma-norma sosial hidup bertetangga. Adanya lembaga salat berjamaah di masjid atau mushalla, baik harian lima waktu, mingguan Jum''atan maupun tahunan Idul Fitri dan Idul Adha cukup efektif dalam membentuk jaringan pertetanggan. Demikian juga tradisi sosial keagamaan, seperti tahlilan, ratiban, akikah, syukuran, lebaran dan sebagainya sangat efektip dalam mempertemukan antar tetangga.
Tentang betapa besarnya makna tetangga dalam membangun komunitas tergambar pada hadis Nabi yang memberi petunjuk agar sebelum memilih tempat tinggal hendaknya lebih dahulu mempertimbangkan siapa yang akan menjadi tetangganya, al jaru qablad dar, bahwa faktor tetanga itu harus didahulukan sebelum memilih tempat tinggal.
Selanjutnya akhlak bertetangga diajarkan sebagai berikut:
(a) Melindungi rasa aman tetangga. Kata Nabi, ciri karakteristik
seorang muslim adalah, orang lain (tetangga) terbebas dari
gangguannya, baik gangguan dari kata-kata maupun dari perbuatan fisik.
(b) Menempatkan tetangga (yang miskin) dalam skala prioritas
pembagian zakat.
(c) Memberi salam jika berjumpa.
(d) Menghadiri undangannya.
(e) Menjenguk tetanggga yang sakit.
(f) Melayat atau mengantar jenazah tetangga yang meninggal dunia.
(g) berempati kepada tetangga
Nabi Muhammad saw. Diutus Untuk Menyempurnakan Akhlak
Allah SWT. memiliki maksud tertentu menciptakan umat manusia, yaitu sebagai khalifah (penguasa, pengatur) bumi dalam rangka ikhlas beribadah kepadaNya. Manusia adalah makhluk yang diciptakan dengan memiliki hawa nafsu. Hawa nafsu inilah yang mendorong manusia untuk selalu dinamis berubah ke segala arah. Dan hawa nafsu pula jika tanpa dikendalikan sebagai pendorong kuat untuk memunculkan perbuatan-perbuatan tercela dan kerusakan-kerusakan di muka bumi.
Kecenderungan hawa nafsu yang tak terkontrol sehingga banyak melahirkan perbuatan-perbuatan maksiat dan kerusakan-kerusakan di muka bumi telah lama dikhawatirkan oleh para malaikat ketika Allah mengutarakan maksudnya kepada para malaikat bahwa Allah akan menciptakan makhluk manusia sebagai khalifah (penguasa, pengatur) di muka bumi. Dan kekhawatiran malaikat ini telah terbukti, betapa kita saksikan, berapa banyak manusia tanpa dosa terbunuh baik oleh pribadi-prabadi atau perang yang menghancurkan sendi-sendi kemanusiaan. Berapa banyak kemaksiatan terjadi disekitar kita, dikerjakan dengan terang-terangan tanpa malu-malu: berjudi, mabuk-mabukan, berzina.
Kerusakan akhlak terus terjadi merajalela. Akankah nafsu angkaramurka akan terus kita perturutkan? Jawabnya tanyakanlah pada diri sendiri. Jangan mudah menyalahkan pihak lain, karena setiap kita adalah bernafsu.
Dan ini adalah salah satu alasan mengapa Allah menurunkan Muhammad SAW. di tengah-tengah manusia. Tiada lain untuk membimbing nafsu manusia bagaimana seharusnya ia dibimbing, dikendalikan dan diarahkan.
Rasulullah SAW. bersabda:
إنما بعثت لأتم صالح الاخلق
”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang sholeh”. (HR: Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim).
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّه كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. (Al-Ahzab: 21)
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Seseorang Dalam Berakhlak
1. Genetik / turunan
Akhlak: jati diri/karakter yang menyertai manusia di manapun ia berada, oleh karenanya keteladanan orang tua (rumah tangga) sangatlah mempengaruhi terhadap perkembangan akhlak anak-anaknya. Di sadari atau tidak bahwa apa yang dilakukan oleh orang tua (ayah, ibu, dan lainnya) telah menuntun kepada sikap dan perilaku anak-anaknya. Dan ketahuilah bahwa proses pendidikan lebih banyak dinikmati oleh anak melalui mata, yakni mencapai 83%, dan hanya 11% melalui telinga atau nasehat, sedangkan 6% lainnya melalui keterampilan. Dengan demikian orang sering mengatakan buah tidak akan jauh jatuh dari pohonnya.
2. Sisi psikologis : Al-nafsiyah / kejiwaan
Secara psikologis bahwa yang turut mempengaruhi pembentkan akhlak adalah berasal dari dalam diri anak itu sendiri. Hal ini terbentuk oleh faktor pengalaman dan kesadaran anak dalam kehidupan rumah tangga. Semakin baik kebiasaan rmah tangganya dalam pergaulan keseharian, maka semakin baik pula akhlak anak-anaknya, sebaliknya semakin rusak akhlak dalam rumah tangganya, maka semakin banyak kecenderungan memiliki akhlak yang buruk pula.
3. Faktor sosial / lingkungan : Syariah Ijmaiyah
Faktor lingkungan tidak kalah pentingnya dalam pembentukan akhlak, semakin baik lingkungan hidup anak, maka semakin baik pula kemungkinan akhlaknya. Pepatah klasik mengatakan “bahwa dekat pandai besi maka akan kepercikan apinya, dan dekat orang menjual minyak wangi maka akan keciupan baunya.
4. Nilai Islami yang tertanam dalam dirinya
Gaya hidup seorang manusia / muslim yang dilandaskan dengan al-qur’an dan as-sunnah, akan terbentuk akhlak yang islami. Karena hal yang demikian itu akan menunjukkan apa yang baik di mata Allah dan rasulnya, Baik dimata Allah adalah; Takwa dan sabar kepada Allah - mengabdi, selalu tunduk dan patuh kepada perintah-Nya, Berserah diri dan tawakkal kepada Allah, pandai bersyukur, Ikhlas dalam semua peristiwa yang terjadi dalam dirinya, serta khouf / takut dan Radja atau penuh harap.
Sedangkan Akhlak baik untuk Rasullullah : Ikhlas dalam melakukan sesatu yang disunnahkan, beriman kepada Rasul, selalu mengucapkan shalawat dan salam serta taat dan cinta kepada Rasul, mempercayai kepada semua berita yang disampaikan Rasul serta menghidupkan sunnahnya.
Faktor yang mempengaruhi seseorang berakhlak mulia:
1. Perintah Allah dan Rasulnya
2. Mengikuti sunahnya, karena tujuan diutusnya Rasulullah saw. (QS. Al-Ahzab:21)
3. Sebagai bukti eksistensi keimanan
4. Sebagai kunci dakwah
5. Takut atas ancaman Allah (QS. as-Shaaf:2-3)
6. Sebagai kunci komunikasi untuk mendapatkan kepercayaan
Faktor-Faktor Yang Membuat Orang Enggan Berakhlak Mulia
1. Tidak ada keinginan mempertebal iman
2. Sudah menjadi kebiasaannya di waktu kecil
3. Tertutupnya hati